Sabtu, 25 Februari 2012

SURAT TERAKHIR



FAKTA
Banyak diantara kita yang hidup dengan keadaan sehat. Dan tidak jauh pula, diantara kita ada saudara kita yang mengalami ketidaksehatan tubuh mereka, ya mereka adalah anak-anak pengidap penyakit. Penyakit yang bisa dikatakan tidak dapat di sembuhkan, kanker. Dan jumlahnya tidak sedikit, kita patut bersyukur atas kehidupan yang Allah berikan untuk kita bisa sehat seperti sekarang.
Yayasan Kanker Indonesia (YKI) adalah organisasi nirlaba yang bersifat sosial dan kemanusiaan di bidang kesehatan, khususnya dalam upaya penanggulangan kanker. Tujuan YKI adalah mengupayakan penanggulangan kanker dengan menyelenggarakan kegiatan di bidang promotif, preventif dan suportif. Menyadari bahwa penanggulangan kanker hanya mungkin berhasil bila dilakukan oleh semua pihak, maka YKI melaksanakan kegiatannya dengan bekerjasama dengan semua pihak, baik pemerintah, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, swasta dan dunia usaha baik di dalam maupun luar negeri. YKI memiliki cabang di seluruh Indonesia. Yang diketua oleh Prof.DR.Dr.Nila Moeloek, Sp.M(K).

SURAT TERAKHIR

Rudy Firnanda, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun, salah seorang anak yang dalam hidupnya mendapat pukulan berat, dia divonis mengidap penyakit kanker,  kanker jantung - Cardiology. Ketika dia membuka matanya yang sipit itu, mata seperti milik ibunya. Mata dengan lensa berwarna coklat, seperti biasa orang Indonesia. Tetapi, mata itu berbeda, mata itu lebih terkesan seperti perjuangan yang besar. Ketika mata Rudy mulai terbuka setengah, ada cahaya putih seperti siluet yang masuk melalui bilik-bilik kecil dalam matanya. Cahaya itu menyilaukan mata Rudy untuk sesaat setelah Rudy membuka seluruh matanya. Dia berdiri disebuah ruangan, tanpa batas. Ruangan itu berwarna putih, putih terang dan menyilaukan. Didalam ruangan itu terdapat suatu anak tangga yang begitu tinggi, ketika berjalan dengan linglung, “Apakah aku sudah mati? Apakah inikah surga?” Rudy berkata lirih. Di atas tangga yang seperti tak berujung tersebut Rudy melihat sesosok wanita, wanita menggunakan gaun berwarna putih sempurna seperti yang dia kenakan. Wanita itu tersenyum manis kepadanya, Rudy menyadari senyuman itu tidak asing baginya, senyman itu dan mata indah penuh semangat serta suara wanita itu benar-benar dikenal Rudy dengan baik. Wanita itu ibu Rudy, Ariani Firnanda. Wanita itu berkata dengan aksen indonesianya yang khas “Kemari nak, kamu pasti bisa. Berjuanglah” Ariani berkata kepada putranya.
Setelah mendengar perkataan ibunya Rudy menunduk dan tidak berkata untuk sesaat, dia memikirkan tentang jantungnya – kanker. “Aku sakit, apakah aku bisa?” gumam Rudy. Ketika anak itu berkata kemudian melihat keatas “Baik ma, aku akan – “ tiba-tiba nada bicara Rudy seolah terpotong oleh hal yang mengejutkan. Ketika dia melihat keatas, dimana ibunya yang sejak tadi berdiri dia melihat sesosok orang tua, orang tua dengan baju kusut dan rompang-ramping, orang tua tersebut memakai topi yang menutupi sebagian kepalanya. Dengan gigi yang mulai kecoklatan yang terlihat ketika tersenyum dan dengan mata yang penuh harapan, orang tua tersebut melihat pada anak laki-laki tersebut. Orang tua itu tidak berkata apa-apa kepadanya.
“Siapa kau? Dimana mamaku!” dengan nada yang terburu-buru Rudy bertanya.
Pria tua itu juga tidak menjawab satu kata pun. Ketika Rudy berlari dan menaiki anak tangga tiba-tiba Rudy seoalah terperosok kedalam jurang yang begitu dalam, hingga akhirnya dia sadar kalau itu hanyalah mimpi semata.
Ketika terbangun di ruang tidurnya, ruang tidur yang tidak seperti kamar tidur anak seusianya. Kamar itu berbeda, kamar itu cukup lebar berukuran dua puluh lima meter persegi. Di dinding ruangan tersebut terdapat lambang, lambang tersebut berbentuk keris menghadap kebawah dan diputari oleh tali di antara itu melingkar sebuah tanaman berbentuk seperti tanaman padi. Dibawah lambang tersebut terdapat tulisan Yayasan Kanker Indonesia.




Dalam ruangan tersebut terdapat 2 tempat tidur yang masing-masing memiliki tingkat diatasnya. Rudy melihat kearah jam dinding dengan background Micky Mouse yang menunjukan pukul 06.12. Rudy melihat teman-temannya yang seumuran dengannya masih tertidur. Rudy turun dari tempat tidurnya dengan menuruni tangga vertikal secara perlahan dan menuju keluar kamar tersebut. Dia berdiri pada lorong yang masih remang-remang, dengan beberapa suster dan pengurus yayasan berlalu lalang. Dia berjalan ke selatan menyusuri lorong dan berhenti desebuah taman. Dengan cahaya matahari yang muncul dibalik gedung sebelah, cahaya itu seperti aroma kesejukan dan memantul pada sebuah kolam ikan. Rudy duduk dibawah pohon di bangku taman. Tiba-tiba dia melihat seseorang menghampirinya, dia adalah Dr.Nila Moeloek – Ketua umum yayasan. Wanita itu tampak orang terdidik dan berpengetahuan luas. Wanita itu bersusia 62 tahun, dia juga dijagokan sebagai menteri kesehatan Indonesia bersatu jilid II. Tetapi beliau tidak jadi terpilih yang digantikan oleh dr.Endang Rahayu.
“Halo Rudy, gimana kabarnya?” dengan nada yang bersahabat yang tidak sesuai dengan umurnya.
“Baik kok bu.” Jawabnya singkat.
“Ini ada surat untuk kamu, ini dari ibumu. Tadi pagi-pagi sekali ibumu menitipkan ini dan tidak sempat bertemu denganmu.” Jelas ketua yayasan tersebut.
            Tanpa berkata, Rudy menerima dan membuka surat tersebut

Rudy anakku
Maafin mama ya, mama hari ini ga bisa jenguk Rudy. Mama ada meeting di perusahaan lain diluar kota. Besok mama udah pulang dan jenguk Rudy sayang :*
                                                                                    Mama Ariani Firnanda

Melihat tulisan itu mata Rudy berkaca-kaca sedih bercampur dengan takut. Nila Moeloek mengetahui betul kebiasaan dan tingkah Rudy, Rudy sudah hampir tiga tahun berada pada yayasan tersebut.
Saat itu Rudy berumur 7 tahun, waktu itu Rudy tiba-tiba sakit di bagian ulu jantungnya. Kemudian orangtuanya membawa ke Rumah Sakit Sardjito dan dokter menvonis Rudy mengidap kanker jantung. Setelah tau penyakit anaknya orangtuanya memutuskan untuk menitipkan Rudy di YKI Yayasan Kanker Indonesia. Pada pertengahan tahun 2009, Rudy sempat kaget dan shock mendengar kabar tersebut. Tetapi kedua orang tuanya selalu menyemangati begitupun keluarga dan temannya. Akhirnya pada bulan Juli 2009, Rudy menurut perintah orang tuanya. Dalam beberapa tahun penyakit Rudy mulai membaik. Tetapi pada akhir tahun 2011, penyakitnya mulai mengganas dan dapat dibilang kronis. Rudy harus bolak-balik menuju rumah sakit. Hingga sekarang penyakitnya sudah bertambah parah.
“Mmm...sarapan dulu yuk.” ajak Nila.
Suara tersebut memecah keheningan diantara mereka, dan membangunkan Rudy dari lamunanya tentang mamanya.
“Ayo, ayo. Rudy udah mulai laper juga nih bu.” Jawabnya bersemangat.


Mereka berjalan meninggalkan taman menuju arah barat dengan langkah berat. Saat sampai di dalam ruangan bertuliskan
DINING ROOM
RUANG MAKAN

Ketika melihat tulisan itu, kepala Rudy merasa pusing pandangannya mulai kabur. Dan tiba-tiba Rudy pingsan dan jatuh ke lantai. Dengan segera Nila Moeloek memanggil perawat yang ada.
“Suster, tolong bantu saya!!!!”
Dengan sigap suster membantu Rudy dan membawanya ke ruang kesehatan pada yayasan tersebut. Pada ruangan kesehatan itu Rudy di tidurkan dan diperiksa oleh dokter jaga. Sayangnya, sakit yang kali ini menimpa Rudy adalah penyakit yang dideritanya – Kanker.
“Saya tidak dapat menanganinya, ini harus segera dibawa ke rumah sakit. Saya sarankan ke Rumah Sakit Kanker Dharmais. Letaknya di Jakarta Barat, beralamat di Jl. Let. Jend. S. Parman Kav. 84-86, Slipi.” Jawab dokter muda itu.
“Apa tidak ada Rumah Sakit yang lebih dekat?” sanggah Nila.
“Tidak bu. Ini merupakan Rumah Sakit yang cocok, Rudy terlalu parah. Rumah Sakit ini bekerjasama dengan Inggris. Yang tentu saja bagus,”
“Baiklah, kita kesana!”
Setelah tiba di Rumah Sakit Kanker Dharmis, yang dilihat oleh ketua yayasan itu adalah gedung yang besar dengan simbol ditengahnya. Simbol itu terdapat 2 ular yang mengelilingi keris dan di itari oleh padi dan kapas yang diujungnya terdapat bintang, dibawah terdapat tulisan RS KANKER “DHARMAIAS”



Rudy lalu dilarikan di unit bedah sentral. Seseorang dengan wajah lebar, tinggi dan tampak terdidik datang menemui Nila. Nila melihat name card pada dada yang tertempel pada jas dokternya terdapat tulisan
dr. Denni Joko Purwanto, SpB(K), Onk
Nila sadar kalau orang dihadapannya adalah Kepala Instalasi Unit Bedah Sentral.
“Kita akan mengoperasinya segera, ini sangat parah.”
“Dia bisa sembuh kan dok?”
“Mmm...bisa, tapi kemungkinannya mungkin satu banding satu juta. Karena penyakitnya bertambah parah dalam sekejap. Kita hanya bisa berdoa.”
Dokter itupun mrnghilang dibalik pintu ruang operasi. Tiba-tiba Nila terhuyung saat mendengar berita itu, seperti kejatuhan batu yang besar tanpa diduganya. Nila hanya bisa berdoa dan berharap kalau operasi berhasil. Operasi itu membutuhkan waktu yang lama, dua jam. Nila melihat jam tangan rolexnya yang menunjukan pukul 09.10. Kemudian Nila menelpon Ariani – ibu Rudy.
Setelah mendengar kabar anaknya, Ariani segera terbang ke Jakarta. Perjalanannya memakan waktu hanya 50 menit. Ariani segera datang ke rumah sakit dan menuju ruang bedah sentral. Waktu menunjukan pukul 10.00.
“Bagaimana anak saya?”
“Anak anda sedang ditangani sekarang, sabar saja.”
Nila sengaja tidak menceritakannya kepada Ariani, agar ibu Rudy itu tidak shook mendengarnya. Mereka hanya diam menunggu operasi selesai. Waktupun menunjukan pukul 10.44. Tiba-tiba dokter itupun keluar dengan muka tampak kecewa. Dokter Denni pun merendahkan suaranya.
“Maaf kami sudah berusaha semampu kami. Tetapi tuhan berkehendak lain.”
Ariani dan Nila pun shook dan hanya meneteskan air mata dan merasa tidak percaya. “Anakku meninggal, dan itu surat terakhir dariku untuknya. Sebelum kita bertemu.”

5 komentar: