Sabtu, 25 Februari 2012

SURAT TERAKHIR



FAKTA
Banyak diantara kita yang hidup dengan keadaan sehat. Dan tidak jauh pula, diantara kita ada saudara kita yang mengalami ketidaksehatan tubuh mereka, ya mereka adalah anak-anak pengidap penyakit. Penyakit yang bisa dikatakan tidak dapat di sembuhkan, kanker. Dan jumlahnya tidak sedikit, kita patut bersyukur atas kehidupan yang Allah berikan untuk kita bisa sehat seperti sekarang.
Yayasan Kanker Indonesia (YKI) adalah organisasi nirlaba yang bersifat sosial dan kemanusiaan di bidang kesehatan, khususnya dalam upaya penanggulangan kanker. Tujuan YKI adalah mengupayakan penanggulangan kanker dengan menyelenggarakan kegiatan di bidang promotif, preventif dan suportif. Menyadari bahwa penanggulangan kanker hanya mungkin berhasil bila dilakukan oleh semua pihak, maka YKI melaksanakan kegiatannya dengan bekerjasama dengan semua pihak, baik pemerintah, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, swasta dan dunia usaha baik di dalam maupun luar negeri. YKI memiliki cabang di seluruh Indonesia. Yang diketua oleh Prof.DR.Dr.Nila Moeloek, Sp.M(K).

SURAT TERAKHIR

Rudy Firnanda, seorang anak laki-laki berusia 10 tahun, salah seorang anak yang dalam hidupnya mendapat pukulan berat, dia divonis mengidap penyakit kanker,  kanker jantung - Cardiology. Ketika dia membuka matanya yang sipit itu, mata seperti milik ibunya. Mata dengan lensa berwarna coklat, seperti biasa orang Indonesia. Tetapi, mata itu berbeda, mata itu lebih terkesan seperti perjuangan yang besar. Ketika mata Rudy mulai terbuka setengah, ada cahaya putih seperti siluet yang masuk melalui bilik-bilik kecil dalam matanya. Cahaya itu menyilaukan mata Rudy untuk sesaat setelah Rudy membuka seluruh matanya. Dia berdiri disebuah ruangan, tanpa batas. Ruangan itu berwarna putih, putih terang dan menyilaukan. Didalam ruangan itu terdapat suatu anak tangga yang begitu tinggi, ketika berjalan dengan linglung, “Apakah aku sudah mati? Apakah inikah surga?” Rudy berkata lirih. Di atas tangga yang seperti tak berujung tersebut Rudy melihat sesosok wanita, wanita menggunakan gaun berwarna putih sempurna seperti yang dia kenakan. Wanita itu tersenyum manis kepadanya, Rudy menyadari senyuman itu tidak asing baginya, senyman itu dan mata indah penuh semangat serta suara wanita itu benar-benar dikenal Rudy dengan baik. Wanita itu ibu Rudy, Ariani Firnanda. Wanita itu berkata dengan aksen indonesianya yang khas “Kemari nak, kamu pasti bisa. Berjuanglah” Ariani berkata kepada putranya.
Setelah mendengar perkataan ibunya Rudy menunduk dan tidak berkata untuk sesaat, dia memikirkan tentang jantungnya – kanker. “Aku sakit, apakah aku bisa?” gumam Rudy. Ketika anak itu berkata kemudian melihat keatas “Baik ma, aku akan – “ tiba-tiba nada bicara Rudy seolah terpotong oleh hal yang mengejutkan. Ketika dia melihat keatas, dimana ibunya yang sejak tadi berdiri dia melihat sesosok orang tua, orang tua dengan baju kusut dan rompang-ramping, orang tua tersebut memakai topi yang menutupi sebagian kepalanya. Dengan gigi yang mulai kecoklatan yang terlihat ketika tersenyum dan dengan mata yang penuh harapan, orang tua tersebut melihat pada anak laki-laki tersebut. Orang tua itu tidak berkata apa-apa kepadanya.
“Siapa kau? Dimana mamaku!” dengan nada yang terburu-buru Rudy bertanya.
Pria tua itu juga tidak menjawab satu kata pun. Ketika Rudy berlari dan menaiki anak tangga tiba-tiba Rudy seoalah terperosok kedalam jurang yang begitu dalam, hingga akhirnya dia sadar kalau itu hanyalah mimpi semata.
Ketika terbangun di ruang tidurnya, ruang tidur yang tidak seperti kamar tidur anak seusianya. Kamar itu berbeda, kamar itu cukup lebar berukuran dua puluh lima meter persegi. Di dinding ruangan tersebut terdapat lambang, lambang tersebut berbentuk keris menghadap kebawah dan diputari oleh tali di antara itu melingkar sebuah tanaman berbentuk seperti tanaman padi. Dibawah lambang tersebut terdapat tulisan Yayasan Kanker Indonesia.




Dalam ruangan tersebut terdapat 2 tempat tidur yang masing-masing memiliki tingkat diatasnya. Rudy melihat kearah jam dinding dengan background Micky Mouse yang menunjukan pukul 06.12. Rudy melihat teman-temannya yang seumuran dengannya masih tertidur. Rudy turun dari tempat tidurnya dengan menuruni tangga vertikal secara perlahan dan menuju keluar kamar tersebut. Dia berdiri pada lorong yang masih remang-remang, dengan beberapa suster dan pengurus yayasan berlalu lalang. Dia berjalan ke selatan menyusuri lorong dan berhenti desebuah taman. Dengan cahaya matahari yang muncul dibalik gedung sebelah, cahaya itu seperti aroma kesejukan dan memantul pada sebuah kolam ikan. Rudy duduk dibawah pohon di bangku taman. Tiba-tiba dia melihat seseorang menghampirinya, dia adalah Dr.Nila Moeloek – Ketua umum yayasan. Wanita itu tampak orang terdidik dan berpengetahuan luas. Wanita itu bersusia 62 tahun, dia juga dijagokan sebagai menteri kesehatan Indonesia bersatu jilid II. Tetapi beliau tidak jadi terpilih yang digantikan oleh dr.Endang Rahayu.
“Halo Rudy, gimana kabarnya?” dengan nada yang bersahabat yang tidak sesuai dengan umurnya.
“Baik kok bu.” Jawabnya singkat.
“Ini ada surat untuk kamu, ini dari ibumu. Tadi pagi-pagi sekali ibumu menitipkan ini dan tidak sempat bertemu denganmu.” Jelas ketua yayasan tersebut.
            Tanpa berkata, Rudy menerima dan membuka surat tersebut

Rudy anakku
Maafin mama ya, mama hari ini ga bisa jenguk Rudy. Mama ada meeting di perusahaan lain diluar kota. Besok mama udah pulang dan jenguk Rudy sayang :*
                                                                                    Mama Ariani Firnanda

Melihat tulisan itu mata Rudy berkaca-kaca sedih bercampur dengan takut. Nila Moeloek mengetahui betul kebiasaan dan tingkah Rudy, Rudy sudah hampir tiga tahun berada pada yayasan tersebut.
Saat itu Rudy berumur 7 tahun, waktu itu Rudy tiba-tiba sakit di bagian ulu jantungnya. Kemudian orangtuanya membawa ke Rumah Sakit Sardjito dan dokter menvonis Rudy mengidap kanker jantung. Setelah tau penyakit anaknya orangtuanya memutuskan untuk menitipkan Rudy di YKI Yayasan Kanker Indonesia. Pada pertengahan tahun 2009, Rudy sempat kaget dan shock mendengar kabar tersebut. Tetapi kedua orang tuanya selalu menyemangati begitupun keluarga dan temannya. Akhirnya pada bulan Juli 2009, Rudy menurut perintah orang tuanya. Dalam beberapa tahun penyakit Rudy mulai membaik. Tetapi pada akhir tahun 2011, penyakitnya mulai mengganas dan dapat dibilang kronis. Rudy harus bolak-balik menuju rumah sakit. Hingga sekarang penyakitnya sudah bertambah parah.
“Mmm...sarapan dulu yuk.” ajak Nila.
Suara tersebut memecah keheningan diantara mereka, dan membangunkan Rudy dari lamunanya tentang mamanya.
“Ayo, ayo. Rudy udah mulai laper juga nih bu.” Jawabnya bersemangat.


Mereka berjalan meninggalkan taman menuju arah barat dengan langkah berat. Saat sampai di dalam ruangan bertuliskan
DINING ROOM
RUANG MAKAN

Ketika melihat tulisan itu, kepala Rudy merasa pusing pandangannya mulai kabur. Dan tiba-tiba Rudy pingsan dan jatuh ke lantai. Dengan segera Nila Moeloek memanggil perawat yang ada.
“Suster, tolong bantu saya!!!!”
Dengan sigap suster membantu Rudy dan membawanya ke ruang kesehatan pada yayasan tersebut. Pada ruangan kesehatan itu Rudy di tidurkan dan diperiksa oleh dokter jaga. Sayangnya, sakit yang kali ini menimpa Rudy adalah penyakit yang dideritanya – Kanker.
“Saya tidak dapat menanganinya, ini harus segera dibawa ke rumah sakit. Saya sarankan ke Rumah Sakit Kanker Dharmais. Letaknya di Jakarta Barat, beralamat di Jl. Let. Jend. S. Parman Kav. 84-86, Slipi.” Jawab dokter muda itu.
“Apa tidak ada Rumah Sakit yang lebih dekat?” sanggah Nila.
“Tidak bu. Ini merupakan Rumah Sakit yang cocok, Rudy terlalu parah. Rumah Sakit ini bekerjasama dengan Inggris. Yang tentu saja bagus,”
“Baiklah, kita kesana!”
Setelah tiba di Rumah Sakit Kanker Dharmis, yang dilihat oleh ketua yayasan itu adalah gedung yang besar dengan simbol ditengahnya. Simbol itu terdapat 2 ular yang mengelilingi keris dan di itari oleh padi dan kapas yang diujungnya terdapat bintang, dibawah terdapat tulisan RS KANKER “DHARMAIAS”



Rudy lalu dilarikan di unit bedah sentral. Seseorang dengan wajah lebar, tinggi dan tampak terdidik datang menemui Nila. Nila melihat name card pada dada yang tertempel pada jas dokternya terdapat tulisan
dr. Denni Joko Purwanto, SpB(K), Onk
Nila sadar kalau orang dihadapannya adalah Kepala Instalasi Unit Bedah Sentral.
“Kita akan mengoperasinya segera, ini sangat parah.”
“Dia bisa sembuh kan dok?”
“Mmm...bisa, tapi kemungkinannya mungkin satu banding satu juta. Karena penyakitnya bertambah parah dalam sekejap. Kita hanya bisa berdoa.”
Dokter itupun mrnghilang dibalik pintu ruang operasi. Tiba-tiba Nila terhuyung saat mendengar berita itu, seperti kejatuhan batu yang besar tanpa diduganya. Nila hanya bisa berdoa dan berharap kalau operasi berhasil. Operasi itu membutuhkan waktu yang lama, dua jam. Nila melihat jam tangan rolexnya yang menunjukan pukul 09.10. Kemudian Nila menelpon Ariani – ibu Rudy.
Setelah mendengar kabar anaknya, Ariani segera terbang ke Jakarta. Perjalanannya memakan waktu hanya 50 menit. Ariani segera datang ke rumah sakit dan menuju ruang bedah sentral. Waktu menunjukan pukul 10.00.
“Bagaimana anak saya?”
“Anak anda sedang ditangani sekarang, sabar saja.”
Nila sengaja tidak menceritakannya kepada Ariani, agar ibu Rudy itu tidak shook mendengarnya. Mereka hanya diam menunggu operasi selesai. Waktupun menunjukan pukul 10.44. Tiba-tiba dokter itupun keluar dengan muka tampak kecewa. Dokter Denni pun merendahkan suaranya.
“Maaf kami sudah berusaha semampu kami. Tetapi tuhan berkehendak lain.”
Ariani dan Nila pun shook dan hanya meneteskan air mata dan merasa tidak percaya. “Anakku meninggal, dan itu surat terakhir dariku untuknya. Sebelum kita bertemu.”

Sabtu, 11 Februari 2012

FILESONIC

FILESONIC


Sebuah kamar tidur berukuran enam belas meter persegi, seperti layaknya kamar cowok, kamar itu begitu berantakan dan tidak rapi. Buku-buku berserakan, sebuah buku The Internet tergeletak dilantai dengan terbuka setengah. Di atas tempat tidur, seorang pemuda Rudy Firnanda terbangun dari tidurnya. Ketika melihat jam dinding dengan background oli Top One, dia melihat waktu menunjukan pukul 05:00. “Masih pagi ternyata.” Dengan spontan Rudy akhirnya tidur lagi. 30 menit berlalu alarm dengan nada Cigar and Wind membangunkan pemuda itu dari tidurnya. Pemuda itu pun bangun seketika. Firnanda menyadari bahwa ketika ini adalah hari Minggu. Dengan muka kusut seperti 2 bulan tidak mandi, Rudy bergegas menuju ke kamar mandi dan mencuci mukanya. Dengan mengagetkan suara Mama Rudy mengagetkannya, “Tumben jam segini udah bangun?” suara Mama dengan nada mengejek. “Ah, mama sukanya ngejek gitu.” Rudy menyaut dengan nada sedikit kesal. Mendengar jawaban Rudy, Mama hanya tersenyum geli. “Ma, Rudy jogging dulu!” seru Rudy ketika meninggalkan pintu garasi yang terbuat dari kayu jati.
            Jalan dipagi hari itu masih berkabut tipis dengan siluet matahari yang menembus pepohonan dipinggir jalan, menambah suasana pagi itu begitu menyegarkan. Di pucuk dedaunan terdapat setitik embun yang lucu dan menarik. Rudy pun menghirup udara yang masih segar itu dengan perasaan senang. Pagi ini begitu indah, berbeda dengan pagi-pagi yang lain.
Ketika di jalan, sewaktu jogging dengan langkah kecil-kecil, Rudy melihat seekor ular yang sedang menyebrang jalan raya. Walau tidak tampak terlihat jelas, karena kabut tipis yang masih menyelimuti jalan Rudy ingin memastikan bahwa yang dilihatnya adalah seekor ular. Ternyata itu memang ular, dengan panjang 1,5 meter ular itu bergerak melintasi jalan. Tiba-tiba dari arah belakang, Rudy melihat sebuah truk berwarna kunung dengan tempat sampah yang besar di belakang kepala truk itu, dan ternyata itu adalah truk sampah. Rudy menengok ke arah ular itu dan ia pun dengan spontan berteriak “AWAAAAASSSS!!!” Rudy berusaha mengingatkan ular itu agar berlari lebih cepat. Tetapi terlambat, ular itu terlindas oleh ban truk yang besar itu. Melihat kejadian itu, Rudy lalu berfikir. Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini merupakan perjuangan, ketika kita mendapatkan apa yang kita inginkan itu merupakan sesuatu yang berharga. Terkadang kita dapat berakhir di tengah jalan. Meninggal sewaktu berjuang, ditengah jalan. Setelah membayangkannya Rudy gemetar, jangan-jangan setelah ular itu terlindas nanti aku juga akan terlindas sewaktu ditengah jalan. Rudy pun menjadi takut, seperti bayi yang ditinggal ibunya. Akhirnya Rudy pun bergegas pulang kerumah dengan memendam rasa khawatir tadi yang ia renungkan.
Sewaktu berjalan masuk halaman ia disambut mamanya yang sedang mengobrol dengan papa di depan teras. “Kenapa Cuma sebentar udah pulang?” tanya papa heran. “Tadi Rudy liat ada ular terlindas dijalan, jangan-jangan Rudy akan jadi kayak gitu.” Nada Rudy dengan polos. Kedua orang tua Rudy tertawa lepas. “hahaha.....ya sudah makan dulu sana, ada mie ayam sedap spesial tuh dimeja.” Saran mama kepada Rudy.
Dengan langkah cepat Rudy masuk ke garasi rumahnya, melepas sepatu Reebok berwarna putih polos. Saat melintasi ruang keluarga, Rudy melihat jam dinding berbentuk persegi di atas sebuah kristek bergambar ikan koi yang menunjukkan pukul 06.47. Tanpa tidak sengaja Rudy melihat kamar adiknya yang masih SD dan dengan niat jahilnya ia ingin mengganggu adik perempannya yang masih tertidur  nyenyak. Ketika membuka pintu yang tidak terkunci itu, dia menghampiri tempat tidur adiknya. Dengan jari telunjuknya yang dingin kerena tadi habis mencuci tangannya, Rudy menyentuh pipi adiknya itu. Dengan di ulang-ulang sehingga adiknya terbangun dan marah. “Aaaahhh, JANGAN GANGGU KAK!” seru adiknya yang kelihatan masih mengantuk. Terdengar suara Mama dari teras depaan, “Rudy, jangan ganggu adik!”. Ketika Rudy mendengar kata Mamanya dia pun teringat waktu dia di hukum oleh Mamanya.
Ketika malam hari, Rudy mengganggu adiknya yang sedang asik bermain. Sehingga adiknya pun marah sampai nangis-nangis juga. Mendengar adik yang menangis Rudy pun merasa tidak enak dan dengan tiba-tiba ia berusaha mendiamkan tangisan. Sebelum tangisan itu berhenti Mamanya tiba-tiba datang dan memarahi Rudy. “Rudy, kamu apain lagi adik kamu?” tanya Mamanya. “Enggak tak apa-apain, tadi Cuma bercanda.” Elak Rudy. Tanpa berbicara Mama Rudy mengeluarkan Rudy dari rumah dan mengunci pintu. Malam itu Rudy dihukum – tidur diluar. Setelah 20 menitan dalam muramnya, pintu rumah pun terbuka dan Rudy pun meminta maaf kepada adiknya.
Ketika bayangan itu terlintas lagi, Rudy segera meninggalkan adiknya dan membiarkan niat jahilnya pergi. Setelah berada di dapur Rudy segera mengambil nasi dan lauk dengan ditemani segelas teh manis yang masih hangat. Rudy menyantap habis makanan itu, setelah itu dia menuju kedapur dan meletakkan gelas dan piring yang dia pakai tadi. Akhirnya dia pun berniat melihat televisi, duduk diatas karpet merah Istanbul dengan bergambar daun yang berwarna kuning, Rudy melihat acara kartun pada saluran televisi swasta. Dia dikagetkan oleh sesosok anak perempuan yang mukanya juga kusut – seperti ketika dia bangun tadi.
Ternyata adiknya menghampirinya, “Cuci muka dulu gih, dek.” sambil menatap adiknya
“Mukamu kusut tuh, cuci muka dulu biar cakep kayak kakak.” Ssombong Rudy dengan nada mengejek.
 “Iya deh kak,” suaranya terdengar lesu dan tidak bersemangat.
“Gitu dong, baru adik kakak.” jelas kakaknya.
            Pagi itu mereka seperti kakak adik yang tampak akur, berbeda seperti biasanya. Yang sering bertengkar gara-gara berebut makanan. Tetapi kali ini mereka melihat acara kartun bersama, dan duduk di karpet Istanbul di ruang keluarga ditemani cemilan kue Malkis Roma mereka benar-benar seperti kakak adik. Setelah asik dengan acara televisi, Rudy melihat kearah adeknya yang mulai tampak bosan dengan acara kartun di televisi. Adiknya mengambil remote, setelah melihat acara televisi berbentuk animsi 3D, dengan tokoh seorang perempuan punya sayap dan memakai baju hijau, dari situ Rudy sadar bahwa yang dilihatnya adalah film Walt Disney terkenal, Tinkerbell. Karena tidak suka dengan acara seperti itu tertarik pun tidak, Rudy bergegas untuk mandi.
            Setelah mandi dan memakai baju berwarna biru dengan tulisan Volley Ball dan memakai celana basket berwarna biru, Rudy langsung makan siang. Dengan cahaya matahari yang cerah  seolah memasuki bilik-bilik seluruh ruangan tersebut, Rudy melahap makanan yang ada di piringnya itu. Dengan sesekali meminium es lemon yang berada di sampingnya, Rudy telah menghabiskan makanannya. Dengan rasa haus akan internet, Rudy mengambil laptop di kamarnya yang berantakan.
Dia berada di ruang tamu, dengan pintu terbuka setengah. Rudy duduk diatas sofa yang dilapisi oleh kalep hijau. Rudy menatap laptop yang ada di depannya dengan serius, seperti siswa yang dijejali berbagai rumus fisika, matematika dan “biologi”. Rudy menatap laptop Toshiba dengan layar 14” yang ditopang oleh meja stinggi 70 cm, disamping laptop diatas meja terdapat tanaman kecil yang menarik dan menyejukan suasana saat itu. Ketika me-ngeklik link social network seperti Twitter dan Facebook, Rudy ber-chat dengan temannya. Saat ingin mendownload film dari sebuah situs – www.ganoo.com. Rudy melihat Top of View film saat itu, dia melihat sebuah film horror Paranormal Activity 3, Rudy mengeklik link download dari sebuah server filesonic. Dan ternyata dalam situs tersebut terdapat tulisan

All sharing functionality on FileSonic is now disabled. Our service can only be used to upload and retrieve files that you have uploaded personally.
If this file belongs to you, please login to download it directly from your file manager.

“Hah, situsnya udah ga free??” Rudy sadar bahwa situs itu sudah tidak lagi free, seperti halnya situs download lainnya fileserve dan enterupload yang berubah menjadi situs tidak free. Ketika dia melihat status pada facebooknya “Dunia cyber sudah kehilangan sesuatu yang free”, ternyata memang benar, situs itu sudah tidak free. Seperti terdapat sesosok penjaga di situs tersebut, sebutkan identitas anda dan silakan masuk. Situs tersebut hanya bisa diakses oleh pemilik akun premium.
Ketika dalam kebingungannya Rudy teringat, waktu itu dia mendapat informasi dari temannya bahwa di Jogja Expo Center (JEC) terdapat pameran komputer. Dia dan temannya berniat untuk datang, seperti pameran sebelumnya. Rudy membaca sms dari Yudha temannya, “Ayo liat pameran komputer, kumpul dirumah Naufal jam 10.00 pagi.“ Ketika dia melihat jam tangan berwarna putihnya menunjukkan pukul 09.45. Rudy bergegas untuk berangkat, dia mengenakan jaket Polo berwarna biru tua, dengan garis-garis bitu muda keputih-putihan Rudy berangkat menggunakan sepeda. Ketika di jalan Yudha menelponnya
“Rud, kamu dimana? Jadi ikut apa enggak?” tanya Yudha dengan tidak sabar.
“Iya, sebentar. Ini baru otw. Udah pada ngumpul?”
“Udah, ini pada kumpul di rumah Naufal. Buruan kesini!”
“Iya, iya. Sabar.”
            Ketika sampai dirumah Naufal, Rudy melihat ada 5 orang dalam rumah tersebut. Mereka adalah Ali, Ary, Rogo, Naufal dan Yudha. “Lama amat kamu Rud.” Tanya Naufal.
“Iya, maaf. Ayo jadi ga? Sekarang aja.” Ajak Rudy
Ketika meninggalkan rumah dan menuju pameraan, perasaan tidak enak menghantui. Ternyata benar, sesmpainya di sana yang ada bukan pameran komputer tetapi pameran furniture bangunan. Rasa kecewa akhirnya menyelimuti kami. Setelah berdebat cukup lama akhirnya kami berlima – tanpa Naufal, memtuskan untuk mengunjungi museum pesawat Dirgantara yang tidak jauh dari situ.
            Setelah sampai di pintu masuk kami melihat penjaga pintu, dengan portal penjaganya yang menghalangi jalan untuk siapapun yang berani masuk. Seolah berkata, Siapa anda jika punya izin silakan masuk. Jika tidak pergilah!. Akhirnya kita berhenti dekat portal tersebut, “Gimana nih, kita kayaknya ga bisa masuk deh” terka  Ary. Tanpa sengaja kami pun melihat penjaga tersebut yang juga menatap kami dengan tatapan tidak bersahabat. “Ahh, itu mudah aku punya ide” sahut Ali dengan nada menantang. Aku berpikir, apa yang akan dilakukan oleh sekelompok anak kecil buat 2 penjaga bertubuh besar? Apakah kita akan menghajarnya dan akan menang – kayak kebanyakan film kungfu. Atau kah kita akan berpura-pura menjadi anak jendral yang ingin masuk? Pertanyaan yang aneh.
“Ayo ikut aku” ajak Ali sambil berputar balik ke barat. Ketika di pertigaan Ali belok ke arah selatan menuju pasar dan berbelok ke timur menuju gang dan jalan kecil. Tanpa tau menau tentang jalan, ternyata Ali berniat ingin mengingkari jalan agar tidak diketahui petugas. “Cerdik juga temenku yang satu ini” pikirku sepintas, pikiranku ternyata buyar pecah berkeping-keping ketika seorang petugas penjaga memanggil kami “HAAII, KESINI KALIAN!!” teriak penjaga dengan lantang. Rudy berada paling belakang, ketika akan berputar ia di kagetkan lagi oleh teriakan seorang seseorang yang sangar “JANGAN PERGI, KESINI!!”.
            Akhirnya kami sadar bahwa jalan yang kami ambil hanya memutari portal tersebut dan jalan itu tidak jauh dari portal tersebut kiara-kira 10 meter. Dengan gemetar kami pun menghampri petugas tersebut
“Mau apa kalian tadi? Masuk diam-diam kayak maling!” Petugas satunya berbicara bahasa indonesia dengan aksen jawanya yang khas.
“Kita mau masuk, pak” jawab salah seorang dari kami.
“Kalian yang tadi berdiri disana kan!”
“Iya, pak”
“Kalian tau ga, kalian itu masuk tanpa izin. Sekarang kalian bersihiin pos penjaga ini, cabut rumput dan ambil sampah yang berserakan! Cepat!” bentak petugas dengan mata melotot.
            Akhirnya kamipun membersihkan pos itu hingga bersih.
“Sekarang kalau mau masuk. Masuk aja, tapi jangan diam-diam kayak tadi” seorang petugas dengan aksen jawanya.
“Makasih, pak” jawab kami serempak tampak tak ikhlas.
Akhirnya kami masuk kedalam dengan berbagai pikiran.

            Suara mama Rudy terdengar keras, membangunkan Rudy dari lamunannya. “Makan dulu Rud” teriak Mama. “Sudah ma, Rudy sudah makan.” Jawab Rudy. Rudy berfikir apa jadinya jika dia masuk dalam situs tersebut dengan diam-diam – Hack. Apakah akan ditangkap oleh petugas dan menyuruhnya untuk membersihkan kantor pusat situs tersebut. Rudy sudah dapat memaklumi, mungkin kita harus benar-benar harus punya akun premium untuk masuk.